Laporan-PKL
Laporan Praktik Kerja Lapangan Program Intervensi Gizi Masyarakat (PKL PIGM) Di Desa Cibeber 1, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor
Banyak faktor yang mempengaruhi masalah gizi yaitu ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian dan kesehatan. Berdasarkan bagan UNICEF, krisis ekonomi merupakan akar masalah gizi kurang. Sedangkan kemiskinan, pengetahuan dan keterampilan merupakan pokok permasalahan gizi kurang. Penyebab langsung dari masalah gizi yaitu ketidak seimbangan antara asupan dan kebutuhan yang berhubungan dengan penyakit infeksi.
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan gizi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan kualitas hidup. Oleh karena itu, program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat.
Berdasarkan data Riskesdas Nasional 2018, terdapat 17,7% balita di bawah 5 tahun mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas status gizi (BB/U) balita gizi buruk sebesar 3,9% dan gizi kurang sebesar 13,8%. Di Indonesia prevalensi status gizi (BB/TB) balita sangat kurus sebesar 3,5% dan kurus 6,7%, serta prevalensi status gizi (TB/U) balita sangat pendek sebesar 11,5% dan pendek sebesar 19,3% (Riskesdas, 2018). Berdasarkan data SSGI Nasional 2021 balita stunted (TB/U) sebesar 24,4%, balita wasted (BB/TB) sebesar 7,1%, dan balita underweight (BB/U) sebesar 17%.
Di Provinsi Jawa Barat, status gizi (BB/U) balita gizi buruk sebesar 2,61% dan gizi kurang sebesar 10,58%, status gizi (BB/TB) balita sangat kurus sebesar 3,2% dan kurus sebesar 3,84%, serta status gizi (TB/U) balita sangat pendek sebesar 11,67% dan pendek sebesar 19,39%
(Riskesdas, 2018). Berdasarkan data SSGI Jawa Barat 2021, balita wasted (BB/TB) sebesar 5,3%, balita underweight (BB/U) sebesar 15%, dan balita stunted (TB/U) sebesar 24,5%. Prevalensi balita stunted lebih dari 20% menurut standar WHO yang berarti wilayah tersebut masih dikategorikan sebagai wilayah yang mengalami masalah gizi akut. Di Kabupaten Bogor, status gizi (BB/U) balita gizi buruk sebesar 3,06% dan gizi kurang sebesar 11,43%, status gizi (BB/TB) balita sangat kurus sebesar 2,36% dan kurus sebesar 3,48%, serta status gizi (TB/U) balita sangat pendek sebesar 11,98% dan pendek sebesar 20,88% (Riskesdas, 2018)
Tidak tersedia versi lain