Skripsi
Perbedaan Pembentukan Laboratorium Kalibrasi Mandiri Terhadap Efektifitas Capaian Kalibrasi Pada Alat Syringe pump dan Sphygmomanometer di 5 Rumah Sakit Pendidikan
Saat ini di seluruh Indonesia institusi yang memiliki otoritas kalibrasi alat
Reschatan hanya tersedia 4 Balai pengamanan fasilitas kesehatan (BPFK),
2 Loka pengamanan Fasilitas Kesehatan (LPFK), 4 unit fungsional pengamanan fasilitas kesehatan (UPFK) serta 43 institusi penguji kalibrasi swasta. Kondisi tersebut tentu tidak sebanding dengan jumlah sarana pelayanan kesehatan yang harus dilayani. Data dari Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 2309-unit dan jumlah puskesmas mencapai 9655 unit. Beban yang demikian besar in telah menimbulkan dampak pelayanan pengujian dan kalibrasi yang kurang baik salah satu akibatnya yaitu terlalu panjang dan dan terlalu lamanya antrian untuk mendapatkan pelayanan di BPFK.
Di dalam PERMENKES No. 54 Tahun 2015 pasal 12 disebutkan bahwa
"Instalasi/unit di rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus merupakan instalasi/unit di rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan sekaligus sebagai rumah sakit Pendidikan". Di dalam peraturan tersebut telah disebutkan ada 12 kelompok alat yang diperbolehkan dikerjakan kalibrasi oleh unit/instalasi di Rumah sakit yaitu: ECG, Baby Incubator, Infant Warmer, Timbangan Bayi, Fetal Doppler, Photo Therapy, Syringe Pump, Suction Pump, Centrifuge, Operating Lamp, Sphygmomanometer dan Dental Unit. Penulis ingin mengembangkan dengan menganalisa seberapa efektif dengan di bentuknya Laboratorium Kalibrasi Mandiri di beberapa Rumah Sakit yang telah meng implementasikan dari PERMENKES N0.54 Th. 2015. Diharapkan dari penelitian ini dapat mengetahui perbedaannya terhadap tercapainya kegiatan kalibrasi terutama untuk alat Syringe Pump dan Spyhgmomanometer di Rumah Sakit.
Tidak tersedia versi lain